Terkadang secara tidak sengaja kita melakukan hal yang aneh,
tapi karena kita sendiri adalah pelakunya maka kita tidak sadar melakukan satu
hal itu. Pada kasus lain, tak jarang juga kita menertawakan kelucuan (kesusahan
atau kebodohan) orang yang ada disekitar dengan gelak tawa tanpa akhir dan
tanpa merasa punya dosa.
Itulah introduction
yang menggambarkan beberapa fenomena akhir-akhir ini. Dikala ada orang yang
kesusahan, kita malah menertawakan, men-sukurin, mendoakan, dan bahkan
menyalahkan. Ambil salah satu contoh, mungkin itu yang akan membuat kita lebih
jelas, adalah pemandangan yang sangat lumrah dan biasa ketika terlihat antrian
yang sangat panjang hanya untuk memperoleh yang namanya solar. Dari hitungan
jam sampai hitungan hari pun itu nampak wajar-wajar saja bagi mata kita.
Tak jarang pula terdengar oleh telinga, banyak yang merugi
dengan kelangkaan tersebut. Kerugian tersebut misalnya para sopir truck atau
bus, antara pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang. Lebih besar biaya keluar.
Dan akhirnya mereka tak dapat membawa oleh-oleh untuk dibawa ke rumah.
Nampaknya kelangkaan itu sekarang mulai merambah ke bahan
bakar yang lain, bensin. Sudah beberapa hari ini bahan bakar tersebut tidak
tersedia di pompa bensin. Namun, kelangkaan untuk yang satu ini tidaklah
separah bahan bakar yang pertama. Tidak terlihat antrian panjang di pompa
pengisian resmi. Paling tidak itulah yang terlihat.
Fenomena tersebut berbanding terbalik jika kita melirik
dibeberapa pusat pengisian bahan bakar yang ukurannya lebih kecil dibanding
dengan yang resmi, kami menyebutnya “Pertamini”. Meskipun tidak akan nampak
antrean panjang, namun ini memperlihatkan betapa sulitnya mencari bahan bakar
tersebut.
Kejadian ganjil ini, tidak akan membuat mata kita risih
sebab pemandangan itu sering menghiasi layar kaca serta tak jarang pula menjejali
pendengaran. Pertanyaan yang muncul, sebenarnya barang itu tidak ada ataukah
hilang sementara? Maaf sebelumnya, tulisan ini bukan untuk mencari siapa, apa
lagi letak kesalahan dimana. Tapi tulisan ini hanya ingin menunjukkan realitas
yang terjadi dilapangan (khususnya di “pertamini”).
Sebenarnya hasil tulisan ini bukan karena kesengajaan,
melainkan lebih besar adanya unsure ketidaksengajaan yang didengar oleh telinga
ini. Kembali ke masalah kelangkaan, ternyata kelangkaan (yang menyangkut barang
kedua) yang ada bukanlah karena barang itu habis. Melainkan karena ada
“permainan” yang dilakukan oleh pihak “pertamini”.
Permainan itu adalah dengan menghilangkannya atau dengan
bahasa televisi di timbun. Mengapa ini dilakukan? Tentunya kita bisa
menjawabnya dengan cepat, yaitu berkaitan dengan uang.
Faktor pemicunya tak lain adalah karena masyarakat “cerdas”.
Cerdas melihat peluang dan mengkopi-paste dari apa yang dilihat dan dirasakan
(didengar).
Mungkin ini adalah puncak dari adanya perilaku-perilaku
sebelumnya (yang dilakukan dari pihak-pihak diatas “pejabat pertamini”). Yang
mereka tahu, pasti tidak ada konsekuensi hukum yang bisa menjerat mereka.
Konsekuensi yang mereka dapatkan adalah bertambah cepatnya pundi-pundi kekayaan
mereka.
Itu adalah konsekuensi logis..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar