Daftar saya

Senin, 06 Mei 2013

Cerdas atau Mumpung?


Terkadang secara tidak sengaja kita melakukan hal yang aneh, tapi karena kita sendiri adalah pelakunya maka kita tidak sadar melakukan satu hal itu. Pada kasus lain, tak jarang juga kita menertawakan kelucuan (kesusahan atau kebodohan) orang yang ada disekitar dengan gelak tawa tanpa akhir dan tanpa merasa punya dosa.
Itulah introduction yang menggambarkan beberapa fenomena akhir-akhir ini. Dikala ada orang yang kesusahan, kita malah menertawakan, men-sukurin, mendoakan, dan bahkan menyalahkan. Ambil salah satu contoh, mungkin itu yang akan membuat kita lebih jelas, adalah pemandangan yang sangat lumrah dan biasa ketika terlihat antrian yang sangat panjang hanya untuk memperoleh yang namanya solar. Dari hitungan jam sampai hitungan hari pun itu nampak wajar-wajar saja bagi mata kita.
Tak jarang pula terdengar oleh telinga, banyak yang merugi dengan kelangkaan tersebut. Kerugian tersebut misalnya para sopir truck atau bus, antara pemasukan dan pengeluaran tidak seimbang. Lebih besar biaya keluar. Dan akhirnya mereka tak dapat membawa oleh-oleh untuk dibawa ke rumah.
Nampaknya kelangkaan itu sekarang mulai merambah ke bahan bakar yang lain, bensin. Sudah beberapa hari ini bahan bakar tersebut tidak tersedia di pompa bensin. Namun, kelangkaan untuk yang satu ini tidaklah separah bahan bakar yang pertama. Tidak terlihat antrian panjang di pompa pengisian resmi. Paling tidak itulah yang terlihat.
Fenomena tersebut berbanding terbalik jika kita melirik dibeberapa pusat pengisian bahan bakar yang ukurannya lebih kecil dibanding dengan yang resmi, kami menyebutnya “Pertamini”. Meskipun tidak akan nampak antrean panjang, namun ini memperlihatkan betapa sulitnya mencari bahan bakar tersebut.
Kejadian ganjil ini, tidak akan membuat mata kita risih sebab pemandangan itu sering menghiasi layar kaca serta tak jarang pula menjejali pendengaran. Pertanyaan yang muncul, sebenarnya barang itu tidak ada ataukah hilang sementara? Maaf sebelumnya, tulisan ini bukan untuk mencari siapa, apa lagi letak kesalahan dimana. Tapi tulisan ini hanya ingin menunjukkan realitas yang terjadi dilapangan (khususnya di “pertamini”).
Sebenarnya hasil tulisan ini bukan karena kesengajaan, melainkan lebih besar adanya unsure ketidaksengajaan yang didengar oleh telinga ini. Kembali ke masalah kelangkaan, ternyata kelangkaan (yang menyangkut barang kedua) yang ada bukanlah karena barang itu habis. Melainkan karena ada “permainan” yang dilakukan oleh pihak “pertamini”.
Permainan itu adalah dengan menghilangkannya atau dengan bahasa televisi di timbun. Mengapa ini dilakukan? Tentunya kita bisa menjawabnya dengan cepat, yaitu berkaitan dengan uang.
Faktor pemicunya tak lain adalah karena masyarakat “cerdas”. Cerdas melihat peluang dan mengkopi-paste dari apa yang dilihat dan dirasakan (didengar).
Mungkin ini adalah puncak dari adanya perilaku-perilaku sebelumnya (yang dilakukan dari pihak-pihak diatas “pejabat pertamini”). Yang mereka tahu, pasti tidak ada konsekuensi hukum yang bisa menjerat mereka. Konsekuensi yang mereka dapatkan adalah bertambah cepatnya pundi-pundi kekayaan mereka.
Itu adalah konsekuensi logis..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlatih Berbahasa#2

Paragraf argumentasi adalah sebuah tulisan atau paragraph yang berisi mengenai alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendiria...