Daftar saya

Selasa, 30 April 2013

Hari Kartini

Banyak jalan menuju Roma..
Ungkapan di atas tentunya tidak asing di telinga dan otak kita.
Ungkapan itu pula kiranya yang tepat untuk mengungkapkan fenomena yang ada baru-baru ini, tepatnya berkaitan dengan tanggal 21 April. Yaitu dalam rangka memeriahkan hari Kartini. Mengapa? Itulah kiranya yang muncul dalam benak kita.
Sebelumnya mari kita lihat definisi jalan dalam KBBI (http://kbbi.web.id/jalan), yang salah satunya dapat diartikan sebagai sebuah cara. Cara dalam tulisan ini diartikan sebagai terdapat beberapa cara untuk melakukan atau berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.
Tulisan berikut mencoba memadukan antara “tanggal 21” dengan “jalan”. Terus apa hubungannya? Tyus mi apah?
Telah dikatakan sebelumnya, bahwa terdapat berbagai jalan (cara) untuk menuju sebuah kota yang bernama Roma. Tetapi dalam tulisan kali ini, bukan Roma yang dibahas melainkan Roma disini disamaartikan sebagai tanggal 21 April, hari Kartini.
Sekadar menegaskan dari apa yang telah diutarakan sebelumnya, bahwa ternyata terdapat berbagai macam jalan (cara) untuk memeriahkan hari Kartini ini. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh para siswa SMA 2 Rembang, yaitu melaksanakan pameran selama tiga hari.
Pameran ini diselenggarakan, selain bertujuan  untuk memeriahkan hari Kartini. Pameran ini juga bertujuan untuk memberi bekal (yang sebenarnya masih sangat minim) serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan. Ditambah lagi dapat dijadikan ajang bagi para siswa untuk mengeksplorasi daya kreatifitas mereka.
Meskipun terdapat berbagai macam jalan (baca: cara) dalam menyikapi hal tersebut. Nampaknya cara inilah (pagelaran pameran) yang dirasa oleh pihak SMADA cukup ampuh.
Mereka berlomba-lomba membuat serta menghias stand sebagus mungkin dengan dana yang sangat minim. Disinilah ajang bagi para siswa untuk mengeksplor kreatifitas serta bakat kewirausahaannya, yaitu dengan menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara kita memanfaatkan dana yang minim untuk menciptakan sesuatu yang menarik? Bagaimana cara mengisi stand?
Mereka semakin tertantang lagi yaitu dengan dibatasinya peran “orang asing” dalam rangka mendirikan dan membuat plus menghias stand tersebut. Dengan semakin sempitnya ruang gerak tersebut ternyata hasilnya cukup memuaskan. Meskipun tidak semenarik para designer-designer tingkat hajatan, kecamatan, kabupaten, atau bahkan tingkat nasional.
Terlepas jelek atau bagusnya stand, tapi itulah kemampuan anak dalam merealisasikan apa yang mereka pikirkan. Yang terpenting bukan bagus atau menariknya, tetapi lebih menekankan aspek kemandirian. Nampaknya itulah spirit yang ingin dimunuculkan. Dan kita sebagai “orang luar” wajib tidak membatasi kebebasan tersebut, yaitu dengan mencemoohnya. Karena itu dapat membunuh semangat dan kreatifitas.
Ternyata jika kita telaah lebih jauh dari fenomena tersebut, yang oleh Gadamer disebut sebagai “teks”, tidak hanya sebatas mendirikan stand, menghias stand, kemandirian yang akan muncul dari kegiatan ini. Tetapi lebih jauh dari itu, yaitu kebersamaan.
Dimana kebersamaan ini pada akhirnya akan menciptakan sebuah kohesi sosial (baca: integrasi sosial). Menurut Dewan Eropa (European Committee for Social Cohesion: 2004) mendefinisikan kohesi sosial sebagai “kemampuan suatu masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anggotanya, menekan perbedaan dan menghindari polarisasi. Masyarakat yang kohesif merupakan komunitas yang terdiri dari individu-individu bebas yang saling mendukung, mencapai tujuan bersama secara demokratis”.
Definisi kohesi sosial di atas terlihat bahwa adanya kohesi sosial ini sangat penting bagi keberlangsungan suatu masyarakat (dalam tulisan ini diartikan sebagai kelompok siswa dalam satu kelas), yaitu dengan mengurangi rasa egonya, saling mendukung untuk mencapai tujuan yang telah dicita-citakan bersama.
Dalam uraian lain dijelaskan bahwa terdapat lima dimensi utama dari kohesi sosial (Berger-Schmitt: 2000), antara lain mencakup (i) kebersamaan – isolasi (nilai-nilai bersama, identitas, perasaan komitmen), (ii) pengikutsertaan-pengesampingan (kesempatan yang setara untuk memperoleh akses), (iii) partisipasi – ketidakterlibatan  (dalam hal kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya), (iv)  penerimaan – penolakan (menghargai dan mentoleransi perbedaan dalam masyarakat majemuk) dan (v) legitimasi – ilegitimasi (akan institusi-institusi yang berperan sebagai mediator dalam konflik di mayarakat majemuk). Dari syarat di atas terlihat pula jika ingin satu kelompok menjadi utuh dan langgeng maka para anggotanya harus mendapat kesempatan dan saling mengerti serta memahami segala yang ada dalam setiap kelompok mereka. Tanpa ada usaha saling menjatuhkan.
Jika boleh menambahkan, atau lebih agak dijelaskan, bahwa kohesi dapat tercipta dari adanya rasa kebersamaan, senasib seperjuangan, dan sebagainya. Yang pada inti dari semuanya adalah adanya satu rasa dan satu tujuan.
Bayangkan saja, jika dalam satu kelompok dibantu oleh berbagai “orang asing”. Mereka tidak akan peduli tentang “bagaimana kapal mereka jadinya kelak? Bagaimana konsep yang bagus? Tidak ada proses ‘ngobrol’ bareng diantara mereka dan sebagainya dan sejenisnya”. Dan kesan yang nampak pada hasil akhir adalah adanya ketidaknyambungan tampilan stand dengan isi di dalam stand.
Jika sikap dan perilaku tersebut tertanam pada diri anak sejak dini, maka tinggal menunggu saja kemunculan  jiwa-jiwa materialistis dan sikap pragmatis di dunia nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlatih Berbahasa#2

Paragraf argumentasi adalah sebuah tulisan atau paragraph yang berisi mengenai alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendiria...