Rumah mertua. Membongkar-bongkar kertas yang dulunya dianggap berguna, namun karena daya ingat yang sungguh luar biasa, tenyata kertas-kertas tersebut tidaklah seberapa penting. Jika dilihat, hanya coretan yang tak penting. Di salah satu kertas hanya ada deretan nomor telpon, malah ada kertas kosong tak ada coretan sedikitpun, kertas yang ada tulisan tapi sudah tak bermakna (alias g paham apa yang kutulis dulu), kertas yang sudah tak terbaca tulisannya (saking jeleknya tulisanku, dibandingkan tulisan anak TK kecil).
Dan baru nyadar, bahwa ternyata aku adalah seorang pengumpul kertas tak layak pandang. Teman dua puluh empat jamku pun kadang memprotes tentang keberadaan kertas itu. Demikian pula, teman sepuluh sampai sebelas jamku. Pertanyaan yang sama terlontar dari mereka.
Aku tak ambil pusing perihal pertanyaan mereka. Aku berpandangan bahwa, apa yang aku simpan inilah yang aku inginkan. Barang ini berharga bagiku, bukan bagimu. Cara pandangmu tak sama denganku. So, jangan memaksaku untuk sama denganmu. Hatiku berkata demikian.
Ketika kertasku dibuang atau bahkan dipindah pastilah aku cari. Sampai ketempat pembuangan akhir pun akan aku cari. Jika tak ketemu, maka aku akan mendramatisir. Sampai disini, bermain peran terkadang diperlukan.
---
Kembali ke kertas yang aku temukan di sela-sela kertas kumal yang lain. Awalnya tak sengaja aku membongkar-bongkar kertas di dalam tasku. Sekadar mengisi waktu, karena bingung mau ngapain.
Setelah aku pilah-pilah, mataku tertarik pada satu kertas yang agak penuh terisi tulisan tak berbentuk. Sejurus kemudian aku ambil kertas itu, dan ternyata tulisan lamaku. Kalau tidak salah setahun yang lalu. Tepatnya apa, lupa.
Aku coba membacanya lagi, meskipun dengan terbata-bata sembari meraba-raba maksud tulisan itu. Setelah sekian menit, aku pun tersenyum puas. Ternyata tulisan ini yang ingin aku salin ke blog. Tapi karena sesuatu hal aku lupa dan baru ini ketemu lagi. Aku sempatkan untuk mengabadikan, aku memaksa..
Berikut adalah tulisan yang ku maksud...
Pesan moral dari sebuah novel.
Nilai atau pesan moral yang ada dalam novel tersebut sangatlah dalam. Pesan tersebut dibawakan oleh tokoh yang akrab disapa dengan 'Pak Haji'. Ia sikisahkan telah banyak makan asam garam kehidupan baik di dalam kampung, di luar kampung, bahkan di luar negeri.
Meskipun Pak Haji hanya berkata singkat, namun jika dihayati lebih jauh maknanya sungguh luar biasa.
Ia mengungkapkan kira-kira demikian "bunuhlah dahulu harimau dalam diri sendiri".
Menurut interpretasiku, kalimat ini berarti bahwa kita sebagai individu disuruh untuk menaklukkan ego sendiri, baru kemudian melihat atau mengoreksi atau bahkan memperbaiki diri orang lain.
Sejatinya, hal ini sangatlah sulit dilakukan. Sebab kita tidak akan tahu apa salah kita. Kita akan kesulitan menemukan kealpaan diri. Lebih mudah dan enak melihat kesalahan orang lain.
Pastilah akan membanggakan diri, sebab apa yang telah dilakukan pastilah benar (menurut pandangan kita sendiri). Jika kita menyalahkan diri, itu karena ada 'udang dibalik batu'. Kita tidak akan menyalahkan diri (secara ikhlas dan sadar) tentang apa yang telah kita lakukan barusan.
Syukura kalau bisa mengambil dan menerapkannya dalam keseharian.
Semoga bermanfaat...
Judul novel : Harimau! Harimau!
Karya : Mochtar Lubis
Tahun : 2003
Jumlah halaman : 220
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar