Adalah salah satu diantara berjuta-juta tradisi yang ada dalam masyarakat Jawa. Mitoni merupakan sebuah prosesi memohon kepada Tuhan untuk keselamatan calon jabang bayi (calon bayi yang belum dilahirkan, masih dalam kandungan sang ibu) pada saat proses kelahiran kelak dan sekaligus meminta keselamatan bagi sang ibu. Selain itu, bagi yang empunya hajat memohon pula diberi kelancaran dalam segala hal yang berkaitan dengan proses persalinan nantinya.
Mitoni sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu pitu (tujuh). Mengapa dari kata pitu menjadi mitoni? Nah, itulah kebiasaan masyarakat Jawa. Dalam masyarakat Jawa terdapat ungkapan otak-atik gathuk (biasanya kata atau kalimat yang sebenarnya bukan kata atau kalimat yang tepat, namun karena dirasa lebih enak dalam hal pengucapan serta suara maka terciptalah sebuah kata baru yang diakui masyarakat banyak).
Telah diungkapkan sebelumnya, bahwa Mitoni berarti tujuh. Tujuh dalam mitoni, berarti netepi bulan ketujuh usia kehamilan seseorang. Mitoni ini biasanya dilaksanakan pada anak pertama, sedangkan anak kedua dan seterusnya tidak dilaksanakan mitoni.
Selain istilah mitoni, masyarakat Jawa dikenal pula istilah lain untuk menyebut hal yang sama yaitu tingkeb atau tingkeban.
Mengenai prosesi mitoni disetiap masyarakat Jawa sendiri pun kadangkala terdapat hal tidak sama. Namun tidak menjadi masalah yang mendasar, sebab pada intinya adalah sama. Artinya ada beberapa prosesi yang boleh ditinggalkan.
Pun demikian yang terjadi pada salah satu keluarga di Desa Sumber, yang kebetulan Saya ikuti. Pada keluarga Mbah xxx ini, beberapa prosesi mitoni tidak dijalankan. Yang dijalankan oleh keluarga ini yaitu mengadakan bancaan dengan mengundang tetangga untuk ikut mendoakan Si calon cabang bayi dan Si Ibu serta segala macam proses yang menyertainya.
Bancaan yang digelar sebagai salah satu prosesi mitoni ini sangat khas. Terutama yang disajikan pada saat bancaan, misal ada pisang satu cengkeh*, beberapa bunga mawar, beberapa penganan yang bisa dibeli diwarung atau toko sekitat rumah. Dan yang paling khas dalam prosesi mitoni yaitu terdapat rujak yang dibuat oleh yang punya hajat.
Hal yang unik pada masyarakat Desa Sumber adalah adanya galar*. Galar, ini digunakan sebagai pertanda apakah Si calon Jabang bayi berjenis kelamin laki-laki ataukah perempuan.
Proses yang harus dilalui sebelum "menentukan" calon jabang bayi laki-laki atau perempuan yaitu dengan mengadakan bancaan terlebih dahulu. Setelah bancaan selesai, maka salah satu warga yang berada paling dekat dengan pintu keluar harus melemparkan galar tersebut ke halaman si empunya hajat.
Jika galar tersebut tengkurap, maka jabang bayi berjenis kelamin laki-laki. Dan sebaliknya.
Demikian pengalaman sore ini. Sampai bertemu ditulisan selanjutnya.
Terimakasih sudah membaca.
Note:
Cengkeh, yaitu pisang satu sisir.
Adapun cara pengucapan kata ini adalah e yang pertama dan kedua seperti pada kata kemah dalam bahasa Indonesia.
Galar, yaitu bahasa jawa untuk menunjukkan sebuah bambu yang telah dipotong sesuai dengan keinginan (biasanya sekitar satu sengah meter), kemudian bambu tersebut dipukul-pukul sampai berbentuk seperti tikar.
Adapun fungsi galar ini adalah sebagai tempat meletakkan kasur pada sebuah ranjang, agar tidak merosot ke bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar