Dokumen Pribadi, 18 Juli 2020 |
Sampai saat ini kabar tentang pandemi
yang satu ini tak kunjung surut. Bahkan malah semakin menjadi-jadi. Keadaan “damai”
sempat dirasakan beberapa waktu yang lalu, sekitar bulan Juni. Yaitu dengan
ditandai adanya pembukaan beberapa fasilitas publik, meskipun masih ada pro dan
kontra dimasyarakat.
Keadaan “damai” ini, sebenarnya
tidak serta merta tercipta. Melainkan telah melampaui beberapa tahap pengamatan
di lapangan. Sejak bulan Maret masyarakat di “kurung dalam sangkar emas”. Semua
elemen masyarkat dilarang keras meninggalkan peraduannya. Bahkan, di negara
lain yang boleh keluar hanya aparat dan pihak-pihak yang diberikan ijin oleh
pemerintah setempat. Jika masyarakat tidak mau mematuhi aturan untuk tetap di “sangkar
emasnya”, maka mereka akan berhadapan dengan hukum.
Berbagai cara dilakukan seluruh
manusia di muka bumi ini. Misalnya yang terjadi di belahan dunia lain, ada
wacana untuk mengeluarkan para pesakitan dengan alasan di rumah tahanan akan
lebih cepat penularannya dibandingkan jika mereka dirumahkan. Sejurus kemudian mereka
pun berbondong-bondong pulang ke rumah masing-masing. Ini pun memunculkan masalah
baru dalam masyarakat.
Dengan semakin gencarnya
pemberitaan di media massa, tak ayal kondisi dalam masyarakat semakin tak
terkendali. Hal ini tidak dapat dihindari. Keadaan yang semakin, tidak karuan
ini ada pula yang mencoba memanfaatkannya sebagai peluang yang negatif. Memikirkan
keuntungan sendiri. Meraup keuntungan disaat yang lain buntung.
Namun, tidak semua manusia
berperilaku demikian. Banyak pihak pula yang mencoba meredakan keadaan,
menenangkan situasi dan kondisi dalam masyarakat. Dapat diambil contoh yang
dilakukan oleh para publik figure, mereka berlomba-lomba menghibur masyarakat
dengan kompetensi yang dimiliki. Tujuannya hanya satu, yaitu meredakan suasana
pikiran dan hati masyarakat.
Tak terkecuali pula yang
dilakukan para pemuka agama. Mereka saling bahu membahu saling menguatkan iman
umatnya dengan menggelontorkan kata-kata positif. Kata dan kalimat yang
menyejukkan hati manusia. Kata dan kalimat yang mengingatkan manusia untuk
selalu ingat, bahwa masih ada yang lebih dan paling berkuasa dari pada virus
yang meraja lela.
Untuk itu, mari kita mencoba
berterimakasih kepada korona ini. Ambil hikmah dan buang jauh sudut pandang negatif
tentang korona ini. Bayangkan saja jika tidak ada korona. Langit tak akan nampak
kebiruan, indah bukan? Alam tak akan nyaman kita rasakan, begitu sejuk dan
damainya alam ini.
Pun demikian sebagai manusia,
kita akan lebih peduli dengan lingkungan dan sesama. Kepedulian ini bisa
dilihat, ketika tetangga ada yang terjangkit, maka sebagai tetangga malah
menyuruhnya untuk tinggal di rumah. Masalah makan dan minum, dicukupi tetangga
lainnya. Dan sebaliknya, ketika seseorang merasa dirinya kurang enak badan,
maka dia akan mengenakan “APD” secara mandiri. Bahkan jika tidak punya APD,
tetangga rela mencarikan dan mengenakan bahkan sampai gratis.
Dokumen Pribadi, 18 Juli 2020 |
Dalam keluarga juga bisa dilihat.
Jumlah anggota keluarga satu rumah yang selama ini, sebelum ada korona, tak
akan lengkap tahu-tahu setiap hari ketemu. Bahkan saling bantu untuk
membersihkan rumah yang selama ini dicuekin, indah bukan. Rumahpun, akan merasa
dianggap sebab ia selama ini telah capek menopang beban untuk melindungi yang
empunya rumah, sekarang sedikit lega karena dianggap ada. Rumah yang selama ini
nampak luas, sekarang kayaknya begitu sempit.
Maka….yuk ambil semua hal positif.
Berbaik sangka kepada “pihak”
lain, adalah cara yang ampuh untuk melawan…
Jangan lupa untuk selalu sehat...
Semoga bermanfaat…
Dokumen Pribadi, 18 Juli 2020 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar