Daftar saya

Senin, 14 September 2020

Serba Serbi Pendidikan ditengah Pandemi

Pandemi. Membahas tentang pandemi, dapat dipastikan akan mengarah pada yang namanya Corona. Dan ketika membahasnya rasanya tidak ada ujungnya, ada saja kejadian tiap kali kita obrolkan.

Sudah sekitar enam bulan terakhir ia mampu memporak-porandakan semua lini kehidupan manusia. Dampak yang paling kerasa adalah dalam bidang perekonomian. Sebab, sector inilah yang paling dekat dan bahkan langsung bersinggungan dengan manusia.

Seperti dalam permainan bilyard, ketika satu disentil dengan kecepatan tertentu, maka akan menggerakkan seluruh bola yang ada di papan pemainan. Semakin tinggi kecepatan sentilan , maka semakin buyar bola yang lainnya dan bahkan tidak terarah. Carut marut dan saling berbenturan.

Pun demikian dengan dunia pendidikan. Sangat terdampak. Semua pergerakan dalam dunia pendidikan berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan rasanya berhenti, tak bergerak.

Dan masalahpun bermunculan bak semut menemukan makanan favoritnya. Dari pendidik muncul berbagai masalah, pun demikian dengan peserta didik. Pendidik dan peserta didik, yang semula “nyaman” berubah drastis.

Pendidik yang semula dengan mudah bertemu dengan peserta didik, sekarang harus tidak saling bertemu. Permasalahan awal yang muncul adalah bagaimana pendidik menyampaikan materi yang harus dikuasai oleh siswanya? Solusinya adalah dengan meminta pertolongan pihak lain yang dapat “menyatukan” kedua belah pihak. Maka mulailah berbagai pihak bermunculan memperkenalkan macam-macam aplikasi yang dapat digunakan untuk bertatap muka.

Masalah satu sudah tertangani. Sekarang muncul masalah berikutnya, yaitu harus memilih aplikasi mana padahal semua yang dihadirkan nampak asing bagi pendidik? Aplikasi mana yang lebih mudah dalam penyampaian materi? Pun demikian ketika aplikasi sudah ditentukan, muncul masalah yang menyertainya, yaitu bagaimana cara mengoperasikannya?

Nampaknya inilah yang membuat penddidik kebingungan sendiri. Minta bantuan teman, kebanyakan dari mereka juga belum paham betul perihal aplikasi yang digunakan. Akhirnya seadanya dan sekenanya. Belajar sambil jalan. Inilah solusi terbaik.

Tak jauh berbeda dengan kondisi yang dialami siswa. Mereka juga kerepotan dimasa pandemi ini. Mungkin mereka senang dapat libur lebih awal dan lama, namun ternyata rasa bosan medera setiap saat. Mereka jenuh dengan rutinitas belajar jarak jauh. Berbagai macam alasan dan curhat sana sini pun dilontarkan. Mulai dari kuota yang cepat habis, mengusulkan untuk diberi bantuan kuota. Kendala sinyal yang sangat tidak mendukung.

Kegalauan tidak hanya berhenti sampai itu saja. Masalah lain masih ada, yaitu masalah di rumah. Ada yang mengeluhkan wifi rumah rusak. Kuoata habis dan ketika minta saudara tidak diberi. Orangtua yang tidak percaya ketika sang anak pegang HP atau ketika minta ijin keluar untuk tanya atau mengerjakan tugas sekolah.

Selain itu, keadaan ekonomi yang mengharuskan para siswa untuk bekerja guna sekadar membeli kuota yang cepat habis, menjadikan proses PJJ yang ideal akan semakin sulit diwujudkan. Tak sedikit siswa yang mencoba bekerja sebisanya untuk membantu meringankan beban orangtua mereka. Jika ditanya perihal mengapa anaknya diperbolehkan bekerja, rata rata orangtua tidak sampai hati mengijinkan anaknya bekerja. Lagi lagi posisi orangtua bagaikan buah si malakama. Serba salah. 

Dari segi diri siswa pun tak kalah gentingnya. Kecenderungan belajar tiap orang (siswa) tidaklah sama, ada yang belajar dengan melihat orang didepannya, dengan gerakan, dengan melihat teman sekelas, dan lain sebagainya. Nah, ketika PJJ maka hal itu tidak bisa dipenuhi, akhirnya siswa tidak paham akan materi yang sedang dibahas. 

Yang membuat semakin carut marut adalah adanya saling menyalahkan, antar berbagai pihak. Ada yang menyalahkan orangtua, karena ini saatnya orangtua tahu perilaku putra putri mereka ketika berada disekolah. Orangtua pun tidak mau kalah, kalau belajar seperti ini yang lebih diuntungkan adalah gurunya. Siswa diberi tugas, kemudian melanjutkan beraktivitas lainnya. Pendidik pun demikian, mereka sangat kerepotan dengan alat baru, memberikan materi yang cukup merepotkan, penggunaan alat yang jauh dari kata sempurna. Sedangkan masyarakat, menyalahkan pemerintah karena PJJ sangat merepotkan orangtua dan perekonomian masyarakat. Sebab rata rata orangtua tidak lagi bekerja.

Sebenarnya saling tuding dan saling salah menyalahkan, bukan solusi yang tepat dalam menghadapi pandemi ini. Melainkan semua orang harus saling membantu, saling sadar diri, dan saling mengingatkan untuk selalu menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan dunia. 

Yang diingatkan jangan ngegas, pun demikian yang mengingatkan. Selalu kondisikan "mesin" kita untuk selalu adem. 

semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlatih Berbahasa#2

Paragraf argumentasi adalah sebuah tulisan atau paragraph yang berisi mengenai alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendiria...